*** SELAMAT DATANG DI BLOG MAJELIS DAERAH KAHMI PANDEGLANG *** SUKSESKAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH PROVINSI BANTEN 2017 *** .
Laporan Dana Anggota Koperasi KSU MITRA INSAN SEJAHTERA Sampai dengan 09 SEPTEMBER 2016 (Total Rp.1.550.000) : AHMAD WIHYA DIPYANA, SP,.M.Si Rp.100.000,MIMIN MUTI'AH, S.Pd,. MM Rp.100.000, NASYARUDDIN, S.Si Rp 350.000,SUMANTA, S.Ag Rp.100.000,BUDI SETIAWAN, SE Rp.150.000,KHAIRIL AMRI, S.Pd Rp.200.000,A.HAFIDZ, S.Pd.I Rp.50.000,OMAN SUPRAMAN, S.Ag Rp.100.000,NURASIAH, S.Pd Rp.100.000,EKO WALUYO, MM Rp.50.000,YANGTO,SH.MH Rp.100.000, IIN MUKLISIN, S.IP Rp.100.000, WAHID PUTERA, S.T Rp.50.000 .

Birokrasi, Bisnis, dan Politik


Masa ketika pasar—market, market economy—menguasai dunia, maka bahasa politik juga berubah menjadi bahasa berbau pasar, bisnis—market-lingo. Semuanya berlangsung sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan negara pun disebut sebagai manajemen kenegaraan. Seorang bisa menduduki posisi tertinggi dalam birokrasi kenegaraan, seperti kursi menteri, kalau kemampuan manajerialnya bisa diandalkan. Dengan demikian, apa yang disebut sebagai statecraftsama dengan atau disamakan saja dengan dan bahkan menjadi state management.
Titik-temu antara keduanya bukan tidak ada; selalu saja ada titik di mana keduanya berpapasan, beriring, dan berdempetan justru karena keduanya berurusan dengan sesuatu yang sama, mirip, yaitu kemaslahatan. Titik-temu utama sekali lagi berlangsung dalam bahasa ketika bisnis dan politik terungkap dalam nama, yang juga tidak asing dalam dunia politik bangsa ini, ketika kabinet disebut sebagai business cabinet, atau zakenkabinet yang sangat populer dalam bahasa politik bangsa ini sejak mengenal demokrasi parlementer. Yang paling menarik bukan bahwa kedua istilah itu dipakai dan populer, tetapi sejak wajah parlementer liberal dalam dunia politik di sini dua istilah itu tidak pernah mendapatkan terjemahan dalam bahasa nasional hingga kini, meskipun samar-samar ada dalam istilah “kabinet kerja”, karena nemesisnya sebagai “kabinet politik” tidak pernah populer.
Seluruh serial Kabinet Pembangunan Orde Baru adalah zakenkabinet, meski tidak ada seorangpun peduli dengan nama itu, dan tidak disebut seperti itu. Yang tidak populer bukan berarti tidak ada. Di pihak lain, juga selalu ada yang bisa dianggap sebagai wakil partai politik. Namun, sekali lagi, bukan ada atau tiadanya nama dan wakil partai, tetapi siapa yang menentukan ada dan tiadanya itu.
Dengan dua kriteria itu mari kita lihat apa yang terjadi dengan yang selalu dikesankan sebagaizakenkabinet dari Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, justru karena posisi kabinet berada di puncak paling tinggi dari seluruh jajaran birokrasi. Namanya sendiri mengarahkan kita untuk memahaminya sebagai zakenkabinet, yaitu kabinet yang tidak berbasa-basi dengan politik dalam arti tidak berbagi kursi dengan partai politik, tetapi kemampuan seseoranglah yang menentukan ditunjuk atau tidak ditunjuknya dia sebagai menteri.
Namun, dari proses pembentukan yang penuh tawar-menawar sampai jauh-jauh hari dan dari komposisinya sama sekali tidak mengesankan sebagai zakenkabinet: suatu kabinet yang urusannya adalah kerja dan orang yang ditempatkan di dalam kementerian adalah para ahli di bidangnya. Sedemikian rupa, sehingga bisa dikatakan banyak tempat salah orang dan banyak orang salah tempat. Dalam hubungan itu muncul soal antara manajemen dan kemampuan manajerial seseorang yang dipakai sebagai kriteria perumus keputusan.
Manajemen bisnis dan memimpin kementerian berbeda dalam beberapa hal inti. Manajemen bisnis berpijak pada saham atau kewenangan yang diperoleh dari para pemegang saham, one share one vote. Semakin besar saham semakin besar kewenangan dan keputusan yang diambil berdasarkan itu tidak atau sulit digugat. Manajemen kementerian sama sekali tidak seperti itu, karena semua berpijak padastate power, kekuasaan kenegaraan, dan yang menjadi perhatian adalah para stakeholders, yaitu seluruh rakyat yang berlapis-lapis bangsa. Sebagai pengelola kekuasaan kenegaraan, keputusannya mengikat, otoritatif, dan berlaku universal dalam batas kenegaraan. Prinsip bindingauthoritative, dan universal merumuskan seluruh basis kerjanya. Namun, semuanya berdasarkan hukum administrasi negara yang ketat.
Dalam bisnis tidak ada sanksi dalam bentuk coercion, sedangkan dalam kementerian ada. Dalam bisnis tidak dimungkinkan membakar kapal orang lain atau bangsa lain. Dalam statecraft pembakaran itu dimungkinkan oleh kekuasaan dengan coercion yang dimungkinkan oleh kekuasaan negara yang memonopoli kekerasan, violence, dan alat-alat kekerasan.

Karena itulah manajemen kementerian berbeda, sehingga sebetulnya tidak bisa disebut sebagai management, tetapi sebagai suatu statecraft, crafting the state, yang lebih dalam pengertian mengolah strategi bagi kemaslahatan warga negara pada umumnya.
Sumber : http://www.prismajurnal.com/