Tema
diatas diangkat oleh penulis karena penulis lelah melihat dan mendengar
bagaimana Kelas Buruh selalu dikonfrontasikan dengan Managemen Perusahaan
termasuk pemilik Modal. Tuntutan Kenaikan Upah menjadi isu sentral dari konflik-konflik
yang terjadi antara kelas Pekerja dengan Manajemen Perusahaan plus pemilik
Modal.
Ketika
pekerja menuntut kenaikan upah, maka pihak Manajemen Perusahaan merupakan Kelompok
yang palin tertekan. Karena Manajemen memiliki banyak tekanan dari Kelas
Pekerja yang menuntut Kenaikan Upah dan Kelompok Pemilik Modal yang ingin
mendapat keuntungan lebih besar. Kenaikan Upah pekerja sama dengan mengerus
keuntungan Perusahaan yang mempengaruhi Keuntungan pemilik modal.
Demi
melancarkan Produksi dan eksistensi perusahaan, Manajemen Perusahaan sering
memilih tindakan seperti pemutusan hubungan kerja, mengemplang pajak dan
perbuatan lainnya guna mempertahankan keuntungan perusahaan yang dalam hal ini
pemilik modal merupakan kelompok kecil yang berkuasa dengan penuh atas berbagai
keputusannya.
Lantas
bagaimana caranya agar kelas pekerja tidak selalu menjadi pihak yang selalu
dikorbankan atau menjadi pihak yang seakan-akan selalu di anggap “Tidak Tahu Diri”
oleh pengusaha dan Pemilik Modal (Investor) ketika menuntuk kenaikan upah ?
Jika
logika dan Rasionalnya Pemilik Modal (Investor) adalah pihak yang paling
berkuasa karena kekuatan Dana mereka untuk membiayai Produktivitas perusahaan,
maka kelas pekerja sebaiknya juga diposisikan sebagai bagian dari pemilik
perusahaan agar posisi mereka bisa disetarakan. Selama ini Teori yang ada,
Pekerja merupakan Aset Perusahaan artinya Pekerja merupakan bagaian yang tidak
terpisahkan didalam Kinerja Perusahaan. Tapi kenyataannya, Pekerja didalam
Neraca Perusahaan dianggap Beban sedangkan deviden bagi Investor tidak pernah
dianggap Beban perusahaan.
Banyak
menajemen perusahaan terus menggenjot Produktivitas atau Kinerja Perusahaannya
agar terus berkembang. Berkembangnya perusahaan tentu juga harus didukung oleh
kekuatan modal. Modal didapat dari Pinjaman Bank, mengeluarkan Surat Hutang dan
IPO (Saham kepemilikan perusahaan). Spekulasi dengan mendapatkan Modal dari
Perbankan, Obligasi dan Saham tentu membuat Kinerja Perusahaan sering dipacu
secara maksimal. Yang menjadi Korban tentu saja Kelas pekerja baik itu Pekerja
tetap, Alih daya dan sebagainya yang diharuskan kerja ekstra dengan pendapatan
yang tidak sesuai.
Lantas
bagaimana seandainya jika perusahaan dapat Berkorperasi dengan baik antara
Pemilik perusahaan, Manajemen dengan pekerjanya? Langkah paling sederhana
adalah pekerja diposisikan juga sebagai pemilik perusahaan. Pekerja dapat
berhimpun didalam Koperasi Anggota/Pekerja disuatu perusahaan. Saham Perusahaan
sebaiknya juga dialokasikan untuk Koperasi Pekerja. Sehingga Koperasi pekerja
sebagai penghimpun pekerja yang juga sebagai pemilik perusahaan. Kemudian,
Koperasi Pekerja yang juga berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur (Lembaga
Intermediasi) Dana bisa juga memanfaatkan dananya untuk membagun perusahaan.
Artinya, peran Koperasi Pekerja dituntut agar benar-benar maksimal dan dapat
menjadi Parameter dan perekat Kebersamaan Antara berbagai kelompok atau segmen
di dalam perusahaan.
Belum
banyak di Indonesia, Koperasi Pekerja dapat menjadi pemegang Saham perusahaan
secara Mayoritas. Karena Dana yang terhimpun umumnya juga tidak sebesar dana
yang dipegang oleh Investor. Manajemen Koperasi Pekerja juga belum sangat
berkualitas dan progresif bahkan orientasi Koperasi Pekerja hanya terbatas pada
simpan pinjam bagi sesama anggota saja. Koperasi Pekerja belum melihat bahwa
dirinya mampu menjadi bagian dan penentu keputusan di dalam perusahaan. Selama
ini gerakan atau organisasi buruh hanya sebagai Advokasi saja tanpa memandang
bahwa sebenarnya penguasaan asset dan modal perusahaan bagi buruh juga sangat
penting.
Maka
saran dan rekomendasi dari penulis bagi kesejahteraan kelas Pekerja dan untuk melawan
ambisi binatang bagi Investor dan spekulan asing adalah dengan menjadikan
Koperasi Pekerja sebagai suatu organisasi yang kuat, terstruktur dan progresif
dengan misinya menjadikan Perusahaan sebagai milik bersama. Jatuh-bangunnya Perusahaan
bukan hanya urusan Manajemen Perusahaan saja tetapi juga menjadi bagian
pemikiran Pekerjanya. Sehingga Kinerja perusahaan akan terus dipacu dengan
dinamis dan menjadi tanggung jawab bersama.
Nasyaruddin,
S.Si
Ketua
Bidang Komunikasi, Informasi dan Hubungan Masyarakat KAHMI-Pandeglang.
Anggota
IGEGAMA dan KAGAMA.