Oleh: Azyumardi Azra
Seperti lazimnya kebanyakan
lembaga dan warga Eropa, pengetahuan mereka tentang Islam dan kaum
Muslimin umumnya dangkal dan telah terdistorsi. Aksi kekerasan yang
dilakukan beberapa ‘oknum’ Muslim terhadap tabloid Charlie Hebdo belum lama ini mengakibatkan kian terdistorsinya citra Islam di kalangan masyarakat Eropa umumnya.
Pengetahuan
mereka tentang Islam Indonesia, juga dapat dikatakan samar-samar. Islam
Indonesia dianggap identik dengan Islam Arab, Islam Maghrib, atau Islam
Anak Benua India. Tetapi, berbagai kejadian tidak menyenangkan terkait
‘oknum-oknum’ Muslim seperti dalam kasus Charlie Hebdo membuat
sebagian mereka, khususnya yang bergerak di lembaga-lembaga resmi mulai
berusaha mengetahui lebih banyak tentang Islam Indonesia.
Salah satu lembaga penting di Italia dalam konteks itu adalah Biblioteca Ambrosiana, Milan, yang melalui kerja sama dengan Co.Re.Is (Communita
Religiosa Islamica) Italiana dan Dubes RI untuk Vatikan, Budiarman
Bahar, mengundang penulis Resonansi ini memberikan ceramah umum bertajuk
‘L’Islam e la Liberta Religiosa in Indonesia’. Masalah ini
belakangan menjadi kian relevan dibicarakan terkait tensi dan konflik
yang berujung kekerasan di antara kebebasan berpendapat termasuk
melecehkan pemimpin agama pada satu pihak dengan pihak yang memandang
kebebasan tersebut mesti mempertimbangkan sensitivitas agama.
Lebih
jauh pemilihan tajuk ini secara tersirat mengisyaratkan, dalam persepsi
kalangan Eropa masih ada masalah sejauh menyangkut Islam dan kebebasan
beragama. Indonesia yang mereka ketahui merupakan negara dengan penduduk
Muslim terbesar di dunia bagi mereka dapat memberikan perspektif
tentang subyek ini.
Biblioteca Ambrosiana sendiri merupakan salah
satu perpustakaan tertua di dunia. Didirikan Kardinal Milan, Federigo
Borromeo antara 1603-1609, perpustakaan ini lebih daripada sekadar
tempat menyimpan koleksi buku dan manuskrip kuno yang lebih satu juta
kopi untuk dibaca dan diteliti para pembaca. Biblioteca ini juga tempat
koleksi lukisan terbaik semacam karya Leonardo da Vinci dan sekolah
tinggi untuk seni lukis, dan seminari untuk penuntut ilmu.
Sedangkan
Co.Re.Is adalah organisasi Muslim dengan mayoritas anggota warga
pribumi Italia yang memeluk Islam setelah satu atau dua generasi.
Didirikan Imam Abd al-Wahid Felice al-Pallavicini yang masuk Islam pada
1951, Co.Re.Is yang berpusat di Masjid al-Wahid Milan, kini sehari-hari
dipimpin putranya Imam Sergio Yahya Pallavicini. Masjid ini sekaligus
menjadi pusat Tarekat Ahmadiyah, Syadziliyah dan Idrisiyah pimpinan
kedua imam dan pusat pelatihan imam dan da’i yang datang dari berbagai
negara Eropa. Co.Re.Is juga aktif dalam dialog intra dan antaragama, dan
Imam Yahya merupakan tokoh Muslim terpenting yang sering dikonsultasi
pemerintah Italia dalam hal ikhwal terkait Islam dan kaum Muslimin.
Baik
Imam Abd al-Wahid dan Imam Yahya memiliki kedekatan dengan Nusantara.
Imam Abd al-Wahid dalam pencarian spiritualnya sepanjang dasawarsa
1940-an dan 1950an mengembara sejak dari Maroko, Jepang dan berakhir di
Singapura di mana dia diinisiasi Syaikh Abd al-Rasyid al-Linki masuk
Tarekat Syadziliyah. Kembali ke Italia, sejak 1980 dia mendapat ijazah
dan otoritas sebagai mursyid Tarekat Ahmadiyah-Syadziliyah-Idrisiyah dan
menjadi figur Sufi terkemuka di Benua Eropa.
Sedangkan Imam
Yahya yang punya ibu asal Jepang, beberapa kali mengunjungi Indonesia
dan terkait jaringan intelektual dan spiritual dengan sejumlah pemimpin
dan intelektual Muslim Indonesia. Interaksi dan pengamatan langsung atas
Islam dan kaum Muslimin Indonesia memperkaya perspektif Imam Yahya
tentang Islam Wasathiyah.
Sedangkan dari pihak Biblioteca
Ambrosiana adalah Pastur DR Paolo Nicelli yang melihat Islam Nusantara
sebagai sebuah model yang perlu pengenalan lebih jauh di Eropa.
Melakukan riset untuk disertasi doktor di wilayah Moro Filipina Selatan,
Nicelli melihat Islam Indonesia dapat memainkan peran kian penting
dalam sosialisasi dan pengembangan Islam Jalan Tengah (Wasathiyah).
Ia mengetahui tentang keterlibatan ormas Islam semacam Muhammadiyah
dalam upaya resolusi konflik dan penciptaan perdamaian di antara Bangsa
Moro Muslim dengan pemerintah Manila. Dia berharap ormas-ormas Islam
Wasatiyah Indonesia dapat lebih pro-aktif lagi dalam pengembangan Islam
Wasathiyah Eropa.
Dalam kaitan itu, Nicelli tengah berusaha
mengembangkan kajian Islam Wasathiyah Nusantara di Biblioteca Nusantara.
Di antara cara yang sedang dia kembangkan adalah dengan mengembangkan
semacam Pusat Kajian Islam Nusantara yang menyelenggarakan diskusi,
seminar dan konperensi tentang Islam Nusantara. Selain itu adalah dengan
memperbanyak koleksi buku dan manuskrip Islam Nusantara yang dapat
menjadi bahan bacaan dan riset bagi para pembaca dan peneliti yang
tertarik pada subyek ini.
Kerja sama antara Biblioteca Ambrosiana
dan Co.Re.Is menyangkut sosialisasi dan pengembangan Islam Wasathiyah
Indonesia merupakan contoh sangat baik dalam pengarusutamaan Islam rahmatan lil ‘alamin
di Eropa. Kedua institusi ini bersama sejumlah lembaga lain di Eropa
dengan visi dan misi yang sama memberi kesempatan baik bagi lembaga,
ormas dan pemerintah Indonesia lebih aktif memperkenalkan Islam Wasathiyah Nusantara. Dengan begitu Islam Indonesia kian kontributif dalam membangun peradaban relijius, maju dan damai.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID
Islam, Biblioteca Ambrosiana, dan Co.Re.Is
11.33