Oleh :T. Djamaluddin, Peneliti Matahari dan
Antariksa, LAPAN Bandung
(Dimuat di Pikiran Rakyat, 12 April 1997)
Kejadian
tahun 1411 H/1991 berulang lagi. Idul Adha di Indonesia dan di Arab Saudi
berbeda hari. Pada tahun 1991 wukuf di Arafah terjadi pada 21 Juni 1991 dan
Idul Adha di Arab Saudi jatuh pada 22 Juni 1991. Sedangkan di Indonesia Idul
Adha jatuh pada 23 Juni 1991.
Tahun
ini Arab Saudi mengumumkan hari wukuf 9 Dzulhijjah jatuh pada 16 April 1997 dan
Idul Adha jatuh pada 17 April 1997. Sedangkan di Indonesia Idul Adha akan jatuh
pada 18 April.
Menghadapi
kenyataan itu biasanya timbul beberapa pertanyaan di masyarakat. Mengapa
terjadi perbedaan hari Idul Adha? Mengapa Arab Saudi yang terletak di sebelah
barat Indonesia bisa lebih dahulu merayakan Idul Adha? Dan kapankah puasa hari
Arafah bagi masyarakat di Indonesia, 16 April atau 17 April?
Bila
mengetahui asal-usulnya, “perbedaan” itu sebenarnya semu belaka dan
pertanyaan-pertanyaan itu sangat mudah terjawab.
Dua
Garis Tanggal
Adanya
dua sistem kalender yang kita anut, syamsiah (solar calendar) dan
qamariyah (lunar calendar), menyebabkan kita akan menghadapi dua garis
tanggal: garis tanggal syamsiah dan garis tanggal qamariyah. Garis tanggal
mesti ada karena bumi kita bulat sehingga perlu pembatas pergantian hari.
Garis
tanggal syamsiah ditentukan berdasarkan kesepakatan internasional yang
menjadikan garis bujur 0 derajat melalui Greenwich dan garis bujur 180 derajat
melalui lautan Pasifik. Di sebelah timur garis tanggal internasional tanggalnya
lebih muda daripada yang di sebelah baratnya. Contoh yang paling baik adalah
catatan sejarah penyerahan Jepang kepada tentara sekutu. Kejadiannya sama, tetapi
buku-buku sejarah di Amerika menyebutnya penyerahan itu terjadi pada tanggal 14
Agustus 1945. Sedangkan buku-buku di Asia, termasuk di Indonesia, menyebutkan
tanggal 15 Agustus 1945.
Garis
tanggal qamariyah pun sama sifatnya seperti garis tanggal internasional. Di
sebelah timur garis tanggal qamariyah tanggalnya pun lebih muda dari pada di
sebelah baratnya. Bedanya, garis tanggal qamariyah tidak tetap pada garis bujur
tertentu. Posisinya selalu berubah setiap bulannya, tergantung posisi bulan dan
matahari.
Ada
dua definisi yang saat ini digunakan dalam pembuatan garis tanggal qamariyah.
Pertama, berdasarkan visibilitas hilal seperti yang dilakukan oleh IICP (International
Islamic Calendar Programme, berpusat di Malaysia). Dan yang kedua,
berdasarkan syarat minimal bulan di horizon pada saat matahari terbenam. Cara
yang ke dua yang biasanya digunakan di Indonesia. Cara ini pun yang paling
sederhana, namun cukup baik untuk menjadi kriteria pertama mengkonfirmasikan
rukyatul hilal.
Berdasarkan
perhitungan cara yang ke dua, garis tanggal awal Dzulhijjah 1417/1997 melalui
pantai barat Australia, pantai barat Sumatra, India, Kazakhstan, dan Rusia
bagian barat. Dengan demikian garis tanggal ini memisahkan Arab Saudi dengan
Indonesia.
Adanya
garis tanggal yang memisahkan Arab Saudi dan Indonesia itulah yang menyebabkan
Idul Adha di Arab Saudi lebih dahulu (menurut kalender syamsiah) daripada di
Indonesia. Pada hari Kamis 17 April di bagian barat garis tanggal itu (misalnya
Arab Saudi) sudah memasuki 10 Dzulhijjah (Idul Adha) sedangkan di sebelah
timurnya masih tanggal 9 Dzulhijjah.
Ini
analog dengan contoh penyerahan Jepang kepada tentara Sekutu tersebut di atas
yang terjadi tanggal 15 Agustus 1945 menurut catatan di Asia, tetapi menurut
catatan di Amerika. Hal ini terjadi karena adanya garis tanggal internasional
yang memisahkannya.
Perhitungan
astronomis yang lebih rinci bisa membuktikan keadaan itu. Ijtimak 1 Dzulhijjah
1417 terjadi pada 7 April 1997 pukul 11:04 UT atau pukul 14:04 waktu Arab
Saudi, pukul 18:04 WIB. Dengan kata lain, di Arab Saudi ijtimak terjadi sebelum
matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub) sedangkan di sebagian besar
Indonesia saat itu matahari sudah terbenam. Jadi berdasarkan saat ijtimak itu
saja dapat difahami bahwa masuknya awal Dzulhijjah di Arab Saudi lebih dahulu
daripada di Indonesia.
Bukti
lain bisa ditunjukkan dengan menghitung saat matahari terbenam dan bulan
terbenam. Hilal pada prinsipnya sudah wujud di ufuk barat bila saat bulan
terbenam lebih lambat daripada saat matahari terbenam. Pada tanggal 7 April, di
Mekkah matahari terbenam pukul 18:38 sedangkan bulan terbenam lebih lambat
lagi, pukul 18:45. Sehingga 1 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 8 April dan Idul
Adha jatuh pada 17 April 1997.
Di
Indonesia pada tanggal 7 April itu bulan terbenam lebih dahulu daripada
matahari. Di Jakarta bulan terbenam pukul 17:54 sedangkan matahari terbenam
pukul 17:55. Dan di Bandung bulan terbenam pukul 17:51 sedangkan matahari
terbenam pukul 17:52. Bulan sudah di bawah ufuk pada saat matahari terbenam. Dengan
demikian 1 Dzulhijjah jatuh pada 9 April dan Idul Adha jatuh pada 18 April
1997.
Kapan
Puasa Arafah?
Wukuf
di Arafah dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah. Bagi umat Islam yang tidak
melaksanakan ibadah haji, pada hari Arafah itu disunahkan berpuasa. Menurut
hadits Rasulullah SAW yang diceritakan Abu Qatadah r. a., puasa hari Arafah
akan menghapuskan dosa selama dua tahun, tahun yang berlalu dan tahun
mendatang. Oleh karenanya puasa hari Arafah ini tergolong puasa sunah yang
muakad (utama) sehingga banyak orang yang melaksanakannya.
Mendengar
pengumuman Arab Saudi bahwa wukuf di Arfah jatuh pada tanggal 16 April dan Idul
Adha jatuh pada 17 April, mungkin banyak orang yang bimbang kapan mesti
berpuasa hari Arafah.
Hari
Arafah adalah 9 Dzulhijjah. Di Indonesia, 9 Dzulhijjah jatuh pada 17 April.
Tetapi orang akan bimbang bila berpuasa pada 17 April karena hari itu di Arab
Saudi sudah Idul Adha. Menurut Nabi SAW, berpuasa pada hari raya haram
hukumnya. Kalau begitu, ada yang berpendapat berpuasalah pada tanggal 16 April
karena hari Arafah hanya ada di Arab Saudi, maka mengaculah pada Arab Saudi.
Sepintas
pendapat itu nampaknya benar. Kalau dikaji lebih lanjut sebenarnya pendapat itu
keliru. Pola pikir seperti itu hanya terjadi bila kita merancukan sistem
kalender syamsiah dengan sistem kalender qamariyah. Berpuasa hari Arafah di
Indonesia pada tanggal 16 April berarti kita tunduk pada kesamaan tanggal
syamsiah antara Arab Saudi dan Indonesia. Bukan pada ketentuan kalender
qamariyah, 9 Dzulhijjah. Pada tanggal 16 April itu di Indonesia baru tanggal 8
Dzulhijjah.
Ada
satu prinsip yang harus diingat dalam penentuan waktu ibadah: penentuan secara
lokal. Wukuf di Arafah ditentukan berdasarkan penentuan awal Dzulhijjah di Arab
Saudi. Awal Ramadan ditentukan berdasarkan rukyatul hilal di masing-masing
wilayah. Waktu salat ditentukan berdasarkan posisi matahari di masing-masing tempat.
Demikian pula waktu untuk melakukan puasa-puasa sunah, termasuk puasa hari
Arafah, 9 Dzulhijjah. Tidak bisa diganti menjadi tanggal 8 Dzulhijjah hanya
karena alasan perbedaan tanggal syamsiahnya.
Untuk
menjawab masalah kapan mesti berpuasa, baiklah kita runtut perjalanan waktu
berdasarkan peredaran bumi dengan berpegang pada keyakinan puasa Arafah tetap
harus 9 Dzulhijjah. Bagi Muslim di Timur Tengah puasa Arafah mulai sejak fajar
16 April. Makin ke barat waktu fajar bergeser. Di Eropa Barat waktu fajar awal
puasa kira-kira 3 jam sesudah di Arab Saudi, tetapi tetap tanggal 16 April.
Makin ke barat lagi, di pantai barat Amerika Serikat waktu fajar awal puasa
Arafah makin bergeser lagi, 11 jam setelah Arab Saudi. Saat itu orang di Arab
Saudi sebentar lagi berbuka puasa. Tanggalnya tetap 16 April. Di Hawaii, puasa
Arafah juga 16 April, tetapi fajar awal puasanya sekitar 13,5 jam setelah Arab
Saudi.
Bila
diteruskan ke barat, di tengah lautan Pasifik ada garis tanggal internasional.
Mau tidak mau sebutan 16 April harus diganti menjadi 17 April walaupun hanya
berbeda beberapa jam dengan Hawaii. Awal puasa Arafah di Indonesia pun yang
dilakukan sekitar 6,5 jam setelah fajar di Hawaii, dilakukan dengan sebutan
tanggal yang berbeda hanya gara-gara melewati garis tanggal internasional. Di
Indonesia puasa Arafah harus dilakukan pada 17 April 1997. Itulah tetap tanggal
9 Dzulhijjah, sama dengan tanggal qamariyah di Arab Saudi.
Berdasarkan
penalaran seperti itu pula, dalam konperensi kelender Islam internasional di Malaysia,
ada salah satu panduan penting yang dirumuskan yang bisa menjadi pegangan bagi
umat Islam dalam penentuan waktu ibadah. Panduan itu menyatakan bahwa dalam
menentukan awal Ramadan atau awal bulan Islam lainnya, jangan mengacu pada
wilayah yang di sebelah barat, tetapi mengacu pada wilayah di sebelah timur.
Berdasarkan panduan itu, kita akan semakin yakin dan mempunyai alasan kuat
untuk berpuasa Arafah pada 17 April, bukan mengikuti Arab Saudi yang berada di
sebalah barat Indonesia yang berpuasa pada 16 April.
Sumber :
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/06/11/bukan-masalah-idul-adha-di-arab-saudi-dan-indonesia-berbeda-hari/