*** SELAMAT DATANG DI BLOG MAJELIS DAERAH KAHMI PANDEGLANG *** SUKSESKAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH PROVINSI BANTEN 2017 *** .
Laporan Dana Anggota Koperasi KSU MITRA INSAN SEJAHTERA Sampai dengan 09 SEPTEMBER 2016 (Total Rp.1.550.000) : AHMAD WIHYA DIPYANA, SP,.M.Si Rp.100.000,MIMIN MUTI'AH, S.Pd,. MM Rp.100.000, NASYARUDDIN, S.Si Rp 350.000,SUMANTA, S.Ag Rp.100.000,BUDI SETIAWAN, SE Rp.150.000,KHAIRIL AMRI, S.Pd Rp.200.000,A.HAFIDZ, S.Pd.I Rp.50.000,OMAN SUPRAMAN, S.Ag Rp.100.000,NURASIAH, S.Pd Rp.100.000,EKO WALUYO, MM Rp.50.000,YANGTO,SH.MH Rp.100.000, IIN MUKLISIN, S.IP Rp.100.000, WAHID PUTERA, S.T Rp.50.000 .

Mewaspadai Gejolak Ekstrem di Timur Tengah


Mewaspadai Gejolak Ekstrem di Timur Tengah

Kondisi timur tengah terus memanas. Gejolak yang terjadi di Mesir, Suriah dan beberapa Negara Arab justru semakin meningkat. Rencana invasi AS dan sekutunya ke Suriah merupakan langkah “Frustasi” untuk menstabilkan (Geografi dan Geo) Politik di Kawasan Timur Tengah. Baiknya, sebelum memutuskan langkah-langkah “Frustasi tersebut”, maka Kajian Geografi Politik Kawasan Timur Tengah harus dikedepankan.
Selama ini, Timur Tengah merupakan Jembatan yang menghubungkan Budaya Barat dengan Timur. Jembatan ini bisa menjadi dua arti. Pertama, Sebagai penghubung kebudayaan Timur dan Barat dan Kedua, sebagai Medan Krusial jika terjadi “Gesekan” Kebudayaan. Sangat penting mengetahui Ke-Sejarah-an Timur Tengah sebagai tolak ukur mengambil Kebijakan.

Posisi Geografis Timur Tengah, mau tidak Mau menjadi sangat Penting. Sejarah Dunia bukan hanya bermula di Timur Tengah, namun bisa jadi juga berakhir di sana. Secara Antropologi, Masyarakat Timur Tengah adalah masyarakat yang sangat sensitif dan Fanatis terhadap Suku, Agama dan Golongannya. Ini terbukti dengan Konflik Suriah yang mulai menunjukan Identitasnya menjadi perang Sektarian dan Ideologis daripada sekedar konflik Pro atau Kontra terhadap Pemerintahan Presiden Assad. Satu sisi, kelompok Pro Assad didukung oleh Iran dan Hezbollah yang merupakan “Kawan” se-Mahzab. Rusia dan China disisi lain merupakan “Kawan” se-Ideologis bagi Assad. Tentu saja, Kelompok Kontra yang menunjukan Identitas Sunni dan anti-Rusia mendapat dukungan Negara-Negara Arab yang Mayoritas Sunni dan Amerika yang dari dahulu musuh Ideologis Rusia.

Hampir mirip di Mesir. Sejarah menyajikan konflik antara Militer plus Sekuler-Nasionalis melawan Kelompok Islamis seperti Ikhwanul Muslimin dan Salafiy serta walau Jumlahnya Kecil Kelompok Liberal dan Sosialis pun menganggap Militer dan Nasionalis-Sekuler sebagai musuh bersama. Sayang, di Mesir setelah kejatuhan Husni Mubarak, Konflik antar Kelompok masih sangat kuat. Aliansi semu antara Ikhawanul Muslimin, Militer dan Salafiy menemui titik puncaknya. Dimulai dengan Dekrit Presiden Mursi yang meningkatkan Gejolak di Mesir harus dibayar oleh Kudeta oleh Militer. Konflik Horizontal Rakyat terjadi lagi antara Pro dan anti Mursi. Pro Mursi yang didukung oleh Ikhwanul Muslimin dan sebagian anti Militer harus berhadapan dengan pro Militer dan anti Mursi di pihak lain. Kelompok Ketiga yang anti Mursi sekaligus anti militer yang didukung oleh Liberal, sosialis dan Salafiy tidak populis dan tidak menarik untuk dijadikan “bahan berita” oleh media.

Bagaimana Solusinya?

Konflik di Suriah bisa diberikan solusi dan Alternatif mirip seperti Pemisahan antara Sudan dengan Sudan Selatan atau seperti Timor Leste dengan Indonesia. Mau tidak Mau, Liga Arab harus mendorong terjadinya Referendum Rakyat Secara Nasional di Suriah. Jika masing-masing tetap ngotot ingin menguasai seluruh Suriah, maka konflik keterpanjangan terus akan terjadi. Korban semakin banyak dan degradasi Kemanusian semakin meningkat. Liga Arab seharusnya dapat mencegah campur tangan pihak Asing seperti Amerika dan Sekutunya. Semua tahu bagaimana hasil invasi Amerika dan sekutunya di Irak dan Afghanistan yang justru perang saudara semakin meningkat. Tidak boleh ada lagi korban di Timur Tengah. Liga Arab harus belajar dari fakta buruk di Afghanistan dan Irak. Walaupun Isu Invasi ini hanya sebagai pengalihan isu Mesir dan masalah Ambruknya Perekonomian Dunia, adalah tidak etis dan tidak pantas jika Liga Arab sebagai Organisasi Komunitas membiarkan kawasannya dan kawasan tetangganya menjadi medan perang “Orang Luar”. Liga Arab harus cerdas dan Bijaksana di dalam memberikan Keputusannya. Liga Arab harus berperan penuh untuk mengatasi persoalan di Kawasannya.

Konflik di Mesir yang sudah terlanjur saling berhadapan lebih sulit lagi. Kita tidak bisa berangkat dari kata “Seandainya” atau “Jika saja”. Konflik Pro Milter dengan Pro Mursi sudah dan masih terjadi. Liga Arab harus dan bisa menjadi penengah dengan memfasilitasi Rekonsiliasi antara Ikhwanul Muslimin dengan Militer. Mirip ketika Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, dimana Lembaga Internasional menjadi Fasilitator dan ditemukan kesepakatan-Kesepakatan Nasional. Jika kemudian tawarannya adalah pemimpin Mesir jangan dari Ikhwanul Muslimin dan Jangan dari Militer, mungkin bisa dicarikan Tokoh yang bisa Netral dan Konsisten (Walau sulit pastinya).

Berdamai untuk Masa Depan

Ini hanya sebuah pendapat yang belum matang. Hanya saja, penulis mencoba mengkaji dengan pendekatan-pendekatan secara akomodatif, Geografi Politik dan Komunikasi Politik walau juga belum matang. Masalah di Timur Tengah memang bukan barang baru, karena memang itu adalah Resiko dari Wilayah Pertemuan antara dua Peradaban Besar Dunia bahkan sempat menjadi Catatan Sejarah Dunia. Timur Tengah adalah Parameter Peradaban Dunia yang memiliki efek domino bagi stabilitas Dunia. Jika kita membiarkan terjadinya invasi Amerika dan sekutunya ke Suriah makan perang Nuklir akan terjadi. Kita harus ingat sebagai Muslim bahwa tanda-tanda berakhirnya Dunia adalah ketika terjadi Gejolak Dahsyat di Timur Tengah. Indonesia dapat berperan lewat Pertemuan Antar Lembaga Negara dan lewat Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menjadi Fasilitator dan mediator untuk perundingan Internasional. Indonesia harus mengedepankan posisinya sebagai negara Netral, jangan terpaut dengan urusan Suni-Syiah walau Indonesia Mayoritas Sunni dan Militer-Ikhwanul Muslimin walau Indonesia pernah merasakan Rezim Militerisasi dan banyak pendukung Ikhwanul Muslimin. Kita berharap dapat mewarisi Dunia yang damai buat Generasi Berikutnya. Kita jangan sampai mewarisi Dendam, Kekerasan dan Perang kepada anak cucu kita

NASYARUDDIN, S.Si

KETUA BIDANG KOMUNIKASI, INFORMASI DAN HUMAS KAHMI PANDEGLANG